Kamis, 06 Agustus 2009

Tes

Tes 123

--
Dikirim dari perangkat seluler saya

Minggu, 14 Desember 2008

FORMULA PETROFISIKA - KOMPILASI

Berikut adalah kompilasi rumus petrofisika (dari berbagai sumber) yang dapat digunakan dalam spreadsheet (excel dll). Tidak semua rumus harus digunakan, pilih yang sesuai dengan ketersediaan data, jenis kasus dan local knowledge. Pembaca diharapkan sudah cukup familiar dengan jenis - jenis data log, satuannya dan aplikasinya.


SHALE VOLUME
• Calculate Vshl from Minimum of GR, SP & N/D
• Vshl_GR = (GR-GRcln) / (GRshl-GRcln) )
• Vshl_SP = (SP-SPcln) / (SPshl-SPcln) ))
• Vshl_ND = (RHOB - RhoM + PHIN * (RhoM - RhoF)) / (RhoShl - RhoM +HIshl * (RhoM - RhoF)
• Vshl = Min(Vshl_GR , Min( Vshl_SP , Vshl_ND ))
• Clavier Shale Correction
• Vshl = 1.7 - (3.38 - (Vshl+0.7)^2)^0.5
• Steiber Shale Correction
• Vshl = 0.5 * Vshl / (1.5 - Vshl)


POROSITY :
• Effective Porosity
• PHIE = PHIA * (1-Vshl)
• Density Porosity
• PHID = (RhoM - RHOB) / (RhoM - RhoF)
• Average Neutron Density Porosity
• PHIA = (PHID + PHIN) / 2
• Sonic Porosity (Wyllie)
• PHIS = (DT - DTma) / (DTfld - DTma)
• Sonic Porosity (Wyllie)
• Enter Compaction Coefficient below,
• Cmp = 1.0
• PHIS = (1/Cmp) * (DT - DTma) / (DTfld - DTma)
• Sonic Porosity (Empirical)
• PHIS = 0.67 * (DT - DTma) / DT
• Apparent Sonic Matrix
• DTma = ( DT - PHIA * DTfld ) / (1 - PHIA)
• Apparent Density Matrix
• RHOMa = (RHOB - PHIA * RhoF) / (1 - PHIA)
• Bulk Volume Water
• BVW = PHIA * SwA.
• Hydrocarbon Pore Volume
• HCPV = (1-SwA) * PHIA 
• Hydrocarbon Pore Volume
• SoPhiH = (1-SwA) * PHIA 

WATER RESISTIVITY
• Archie Ro
• Ro = a * Rw / (PHIA^m)
• Apparent Water Resistivity
• Rwa = RT * PHIA^m
• Conductivity
• COND = 1000/RT
• Rw from Dual Water
• RwDW = Rw * RwBnd / (Rw * Vshl + (1-Vshl) * RwBnd)
• Ro from Dual Water
• RoDW = (1 / (PHIA^m)) * (Rw * RwBnd / (Rw * Vshl + RwBnd * (1 - Vshl)))
• Modified Simandoux Ro
• If (Vshl < 1)
• RoMS = 1/(PHIE^m / (a* Rw*(1-Vshl)) + Vshl/Rshl)

RESISTIVITY TEMP CORRECTION (for Rw, Rmf)
• T1 and T2 in 'F
• R2 = R1 * (T1 + 6.77) / (T2 + 6.77)
• Resistivity Temp Correction
• T1 and T2 in 'C
• R2 = R1 * (T1 + 21.5) / (T2 + 21.5)

WATER SATURATION

• Archie Water Saturation
• SwA = sqrt( Rw / (RT * PHIA^2) )
• Archie Water Saturation
• SwA = (a * Rw / ( RT * PHIA^m) )^(1/n)
• Archie Water Saturation (Humble)
• SwA = sqrt( .62 * Rw / (RT * PHIA ^2.15) )
• Archie Water Saturation
• SwA = sqrt( Rw / (RT * PHID ^m) )
• Archie Water Saturation
• SwA = sqrt(Ro / RT)
• Archie Water Saturation
• SwA = sqrt(Rw / Rwa)
• SwA = min( 1, max( 0, SwA ) 
• Dual Water SwT & SwE
• Calculate SwT Total Porosity
• Y = Vshl * ( RwBnd - Rw ) / ( 2 * RwBnd )
• SwT = Y +( (Rw / ( RT * PHIA^2 ) ) + Y^2 )^.5
• SwT = min( 1, max( Vshl, SwT ) )
• Calculate SwE Effective Porosity
• If ( Vshl < 0.75 )
• SwE = ( SwT - Vshl ) / ( 1 - Vshl )
• Modified Simandoux SwMS
• If (Vshl < 1)
• SwMS = (sqrt( (Vshl/Rshl)^2 + 4*PHIE^m/(a*Rw*(1-Vshl)*RT) ) - Vshl/Rshl)/(2*PHIE^m/(a*Rw*(1-Vshl)) )

• Indonesian Sw (SwI)
• SwI = sqrt(1/RT) / ( Vshl^(1- 0.5*Vshl) /sqrt(Rshl) + sqrt( PHIE^m / (a*Rw)) )
• Ratio Method Sw
• Requires normalized SP,
• Rmf/Rw ratio from SP
• K = ~ 61 + 0.1333 * <Temp>
• K = -71
• RmfRwRatio = 10 ^ (SP / K)
• Sw = Min( 1, ( (ResS/ResD) / (RmfRwRatio) ) ^(5/8) )
• Vshl = min(1, max(0, (GR-GRcln) / (GRshl-GRcln) ))
• Vshl = min(1, max(0, (SP-SPcln) / (SPshl-SPcln) ))
• Vshl = min(1, max(0, (RHOB - RhoM + PHIN * (RhoM - RhoF)) / (RhoShl - RhoM +HIshl * (RhoM - RhoF)) ))

PERMEABILITY
• Tixier Permeability
• K = (250 * PHIE^3/SwIrr)^2
• Timur Permeability
• K = (100 * PHIE^2.25/SwIrr)^2
• Coates Permeability
• K = (70 * PHIE^2 * (1- SwIrr)/SwIrr)^2

Sabtu, 13 Desember 2008

Klasifikasi Fault Seal

Klasifikasi sesar yang digunakan dalam studi fault seal analysis diadaptasi dari Wiggins, dkk. (1995) berdasarkan properti sesar tersebut sebagai sealing atau leaking

Cross-leak versus Cross-seal

Fluida tidak lolos melewati sesar menuju reservoir yang saling sejajar. Situasi cross-leaking dapat diidentifikasi ketika fluida memiliki OWC dengan elevasi yang ekuivalen pada tiap sisi sesar. 

Dip-leak versus Dip-seal

Dalam kasus dip-leak, fluida lolos melalui sesar yang konduit menuju permukaan. Sesar tipe ini dapat dicirikan dengan elevasi OWC yang sama seperti atau kira-kira mendekati elevasi cut off sesar.

Sesar dip-sealing adalah suatu sesar yang mampu mendukung suatu kolom minyak karena material zona sesar memiliki tekanan masuk kapiler (capillary entry pressure) yang lebih tinggi dari gaya buoyancy yang dikeluarkan kolom hidrokarbon.

 Sesar yang cross-sealing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : seal yang terbentuk akibat adanya shale yang impermeabel diseberang sesar (seal akibat kesejajaran/juxtaposition) danseal yang terbentuk akibat gouge dalam zona sesar.

Cross-seal juga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : cross-seal dinamis dan cross-seal statis. Cross-seal dinamis akan bocor selama produksi sehubungan dengan perbedaan tekanan pada zona sesar yang dihasilkan oleh produksi dari fluida. Cross-seal statis akan terus berada dalam kondisi tersegel meskipun setelah dilakukan produksi yang menyebakan penurunan (drawdown) kolom hidrokarbon yang signifikan.


 Klasifikasi sesar dalam fault seal analysis (modifikasi dari Wiggins, dkk., 1995)

ROUTINE CORE ANALYSIS

Core yang dianalisa meliputi conventional core dan sidewall core. Besaran-besaran yang
diukur pada uji ini adalah :
1. Porositas.
2. Permeabilitas terhadap udara (air permeability - kair) dan permeabilitas yang ekivalen
terhadap liquid (kL).
3. Permeabilitas horizontal terbesar (maksimum).
4. Permeabilitas horizontal tegak lurus terhadap permeabilitas horisontal maksimum.
5. Permeabilitas vertikal.
6. Berat jenis butiran (grain density).

SPECIAL CORE ANALYSIS - SCAL


Besaran-besaran yang diukur dan diperoleh dari uji ini adalah :
1. Permeabilitas liquid ekivalen sebagai fungsi dari volume throughput.
2. Permeabilitas terhadap udara (air permeability) dan porositas core plug dan full diameter
core yang dilakukan pada beberapa harga confining stress.
3. Kompresibilitas formasi (pore volume compressibility) dari core plug dan full diameter
core sebagai fungsi dari tekanan overburden efektif.
4. Faktor resistivitas formasi (F), faktor sementasi (a) dan eksponen sementasi (m).
5. Indeks resistivitas (RI), saturasi air (Sw) dan eksponen saturasi (n).
6. Permeabilitas relatif (kr)sebagai fungsi saturasi.
7. Tekanan kapiler.
8. Waterflood Susceptibility

Depocenter dan Arah Migrasi Hidrokarbon

Depocenter adalah bagian dari cekungan yang mengandung batuan sedimen dengan ketebalan maksimum, sedangkan effective depocenter adalah depocenter yang mengandungsource bed dengan ketebalan maksimum dan tingkat kematangan organik source bed tersebut menjamin adanya hidrokarbon dengan jumlah yang signifikan untuk migrasi. Geometridepocenter dapat diketahui berdasarkan data – data geofisika seperti data gravitasi, magnetik,magneto-teluric, dan data seismik.

Beberapa parameter yang dapat digunakan untuk membantu prediksi jalur migrasi, antara lain (Pratsch, 1982):

a.      Hidrokarbon bermigrasi ke arah up-dip kecuali ada tekanan ekstrim yang menghalanginya.

b.      Hidrokarbon bermigrasi secara lateral dan vertikal tergantung pada kondisi geologi yang dipengaruhi oleh konfigurasi struktur dan stratigrafi.

c.       Hidrokarbon cenderung bermigrasi dengan jalur yang terpendek.

Konfigurasi cekungan dan depocenternya sangat mempengaruhi preffered migration pathway yang pada akhirnya mempengaruhi volume hidrokarbon yang melewati suatu area. Menurut Pratsch (1982), beberapa geometri cekungan dan preffered migration path dapat dijabarkan sebagai berikut

1a. Circular Symetrical

Cekungan dengan bentuk ini tidak memiliki preffered migration karena migrasi memiliki intensitas yang sama ke seluruh arah. Contoh cekungan dengan bentuk circular symetrical adalah Michigan Basin di Amerika Serikat.

1b. Circular Asymetrical

Jalur migrasi memfokus di area yang menghadap sisi cembung basin axis (area B), migrasi mengalami dispersi pada area yang menghadap sisi cekung basin axis (area A).  Secara areal area A memiliki potensi akumulasi hidrokarbon yang lebih besar dibanding area B, namun adanya migrasi yang memfokus menyebabkan apabila di area B terdapat perangkap hidrokarbon maka potensi pengisian (charging) di area B menjadi lebih besar dari area A.

2a. Elongate Symetrical

Migrasi memfokus pada flank tegak lurus basin axis yang lebih pendek (area A dan B) dan berdispersi pada area flank sejajar basin axis yang lebih panjang dan landai (area C). Hal ini menyebabkan area pada flank tegak lurus basin (area A dan B)  axis lebih tinggi potensi akumulasi hidrokarbonnya dibanding area pada flank searah basin axis (area C). Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Rhein Graben di Jerman dan Viena Basin di Austria.

 2b. Elongate Asymetrical

Cekungan dengan konfigurasi ini memiliki dua flank tegak lurus basin axis yang asimetris,  flank yang lebih landai (area A) dan flank yang lebih curam (Area B). Volume hidrokarbon yang bermigrasi jumlahnya lebih besar pada flank yang lebih landai (area A), sedangkan area yang searah basin axis (area C) memiliki potensi paling rendah. Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Great Valley Basin, California dan Mid-Magdalena Basin, Columbia.

3a. Elongate Symetrical Curved

Pada Cekungan dengan konfigurasi, area yang memiliki potensi akumulasi hidrokarbon paling besar ada pada area A yang merupakan area of focusing. Kelengkunganbasin axis dan rasio panjang/lebar cekungan menentukan area mana yang lebih besar potensinya antara area B dengan area C. Semakin lengkung basin axis dan semakin panjang cekungan area C menjadi semakin besar potensinya dan area B menjadi semakin kecil potensinya. Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Szeged Basin di Hongaria.

3b. Elongate Asymetrical Curved

Karakter migrasi pada cekungan dengan konfigurasi ini mirip dengan konfigurasi "elongate symetrical curved".  Perbedaannya terletak pada area A yang lebih landai sehingga menambah ruang bagi akumulasi dan menjadikan potensi area ini lebih tinggi. Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Los Angeles Basin, California; Wind River Basin, Wyoming dan Po Valley Basin, Italia.

4a. Composite Linear

Potensi akumulasi hidrokarbon tertinggi ada pada area yang mendapatkan chargedari dua cekungan. Area tersebut dinamakan common flank (area A) atau flank yang dimiliki bersama oleh kedua cekungan. Pada konfigurasi ini flank yang menjadi common flank adalah flank yang sejajar basin axis. Flank sejajar basin axis secara individual kurang besar potensinya, namun charging yang berasal dari dua cekungan secara bersamaan maka potensinya meningkat. Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Great Valley Basin, California; Baltiomore Canyon Area, USA dan Reconcavo Basin, Brazil. 

4b. Composite Parallel

Potensi akumulasi hidrokarbon tertinggi ada di common flank seperti halnya konfigurasi composite linear. Contoh cekungan yang memiliki konfigurasi ini adalah Mc Kenzie Delta, Canada; Gippsland Basin, Australia; Pre – Salt Plays, Gabon; Mahakam Delta, Indonesia dan Hassei Messaud Region, Algeria


Jalur – jalur migrasi pada konfigurasi cekungan yang berbeda – beda (Pratsch, 1982)


Contoh Kasus
Berikut adalah contoh yang kebetulan pernah penulis kerjakan : 
Jika Anda memiliki konfigurasi cekungan seperti dibawah seperti ini, bagaimanakah dengan perkiraan jalur - jalur migrasinya?.


Dengan menambahkan data lainnya seperti peta isopach (ketebalan) dari batuan induk dan perkiraan tingkat kematangan, dapat disusun peta perkiraan migrasi hidrokarbon sebagai berikut :

Dengan demikian rank eksplorasi dapat lebih mudah untuk ditentukan, yang tentunya memberi masukan yang cukup penting dalam menentukan arah dan konsep eksplorasi.


Rock-Eval Pyrolisis


           Rock-Eval Pyrolisis (REP) adalah analisa komponen hidrokarbon pada batuan induk dengan cara melakukan pemanasan bertahap pada sampel batuan induk dalam keadaan tanpa oksigen pada kondisi atmosfer inert dengan temperatur yang terprogram. Pemanasan ini memisahkan komponen organik bebas (bitumen) dan komponen organik yang masih terikat dalam batuan induk (kerogen) (Espitalie et al., 1977).

Analisis Rock-Eval Pyrolisis menghasilkan beberapa parameter-parameter : 

a.      S1 (free hydrocarbon)

S1 menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas yang dapat diuapkan tanpa melalui proses pemecahan kerogen. nilai S1 mencerminkan jumlah hidrokarbon bebas yang terbentuk insitu (indigeneous hydrocarbon) karena kematangan termal maupun karena adanya akumulasi hidrokarbon dari tempat lain (migrated hydrocarbon)

b.      S2 (pyrolisable hydrocarbon)

S2 menunjukkan jumlah hidrokarbon yang dihasil melalui proses pemecahan kerogen yang mewakili jumlah hidrokarbon yang dapat dihasilkan batuan selama proses pematangan secara alamiah. Nilai S2 menyatakan potensi material organik dalam batuan yang dapat berubah menjadi petroleum. Harga S1 dan S2 diukur dalam satuan mg hidrokarbon/gram batuan (mg HC/g Rock). 

c.       S3

S3 menunjukkan jumlah kandungan CO2 yang hadir di dalam batuan. Jumlah CO2 ini dapat dikorelasikan dengan jumlah oksigen di dalam kerogen karena menunjukkan tingkat oksidasi selama diagenesis.

d.      Tmax

Nilai Tmax ini merupakan salah satu parameter geokimia yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kematangan batuan induk (Tabel 3.4). Harga Tmax yang terekam sangat dipengaruhi oleh jenis material organik.  Kerogen Tipe I akan membentuk hidrokarbon lebih akhir dibanding Tipe III pada kondisi temperatur yang sama. Harga Tmax sebagai indikator kematangan juga memiliki beberapa keterbatasan lain misalnya tidak dapat digunakan untuk batuan memiliki TOC rendah (<0,5) dan HI < 50. Harga Tmax juga dapat menunjukkan tingkat kematangan yang lebih rendah dari tingkat kematangan sebenarnya pada batuan induk yang mengandung resinit  yang umum terdapat dalam batuan induk dengan kerogen tipe II (Peters, 1986).

 


Pembacaan hasil rock- eval pyrolisis (dimodifikasi dari Peters, 1986)

 Kombinasi parameter – parameter yang dihasilkan oleh Rock-Eval Pyrolisis  dapat dipergunakan sebagai indikator jenis serta kualitas batuan induk,  antara lain :

a.      Potential Yield (S1 + S2)

Potential Yield (PY) menunjukkan jumlah hidrokarbon dalam batuan baik yang berupa komponen volatil (bebas) maupun yang berupa kerogen. Satuan ini dipakai sebagai penunjuk jumlah total hidrokarbon maksimum yang dapat dilepaskan selama proses pematangan batuan induk dan jumlah ini mewakili generation potential batuan induk.

b.      Production Index (PI)

Nilai PI menunjukkan jumlah hidrokarbon bebas relatif (S1) terhadap jumlah total hidrokarbon yang hadir (S1 + S2). PI dapat digunakan sebagai indikator tingkat kematangan batuan induk. PI meningkat karena pemecahan kerogen sehingga S2 berubah menjadi S1

c.       Hydrogen Index (HI) dan Oxygen Index (OI)

HI merupakan hasil dari S2 x 100/TOC dan OI adalah S3 x 100/TOC. Kedua parameter ini harganya akan berkurang dengan naiknya tingkat kematangan. Harga HI yang tinggi menunjukkan batuan induk didominasi oleh material organik yang bersifat oil prone, sedangkan nilai OI tinggi mengindikasikan dominasi material organik gas prone. Waples (1985) menyatakan nilai HI dapat digunakan untuk menentukan jenis hidrokarbon utama dan kuantitas relatif hidrokarbon yang dihasilkan 

Potensi batuan induk berdasarkan HI (Waples 1985)

HI

Produk utama

Kuantitas relatif

<150

Gas

Kecil

150 – 300

Minyak dan gas

Kecil

300 – 450

Minyak

Sedang

450 – 600

Minyak

Banyak

> 600

Minyak

Sangat banyak

 Penentuan tipe kerogen berdasarkan analisis rock-eval pyrolisis dapat dilakukan dengan mengeplotkan nilai – nilai HI dan OI pada diagram "pseudo" van Krevelen, atau dengan menggunakan plot HI – Tmax.

Studi Kasus

Dengan memplot parameter - parameter REP versus kedalaman dengan dikombinasikan data - data lain (dalam contoh adalah data TOC dan %Ro) dapat disusun  profil geokimia suatu sumur. Berdasarkan profil tersebut kita dapat membuat suatu interpretsi mengenai kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan serta perkiraan posisi oil window dan gas window . Berikut adalah contoh profil geokimia sumur X dan Y di cekungan Sumaetra Tengah. 





Tipe Kerogen

Berdasarkan komposisi unsur-unsur kimia yaitu  karbon (C), hidrogen (H) dan oksigen (O), pada awalnya kerogen dibedakan menjadi 3 tipe utama yaitu kerogen tipe I, tipe II, dan tipe III (Tissot dan Welte, 1984 dalam Killops dan Killops, 2005), yang kemudian dalam penyelidikan selanjutnya ditemukan kerogen tipe IV (Waples, 1985). Masing-masing tipe dicirikan oleh jalur evolusinya dalam diagram van Krevelen

 

Kerogen Tipe I (highly oil prone - oil prone)

Kerogen Tipe I memiliki perbandingan atom H/C tinggi(≥ l,5), dan O/C rendah (< 0,1). Tipe kerogen ini sebagian berasal dari bahan organik yang kaya akan lipid (misal akumulasi material alga) khususnya senyawa alifatik rantai panjang. Kandungan hidrogen yang dimiliki oleh tipe kerogen I sangat tinggi, karena memiliki sedikit gugus lingkar atau struktur aromatik. Kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk menghasilkan hidrokarbon cair atau minyak.

Kerogen tipe I berwarna gelap, suram dan baik berstruktur laminasi maupun tidak berstruktur. Kerogen ini biasanya terbentuk oleh butiran yang relatif halus, kaya material organik, lumpur anoksik yang terendapkan dengan perlahan-lahan (tenang), sedikit oksigen, dan terbentuk pada lingkungan air yang dangkal seperti lagoondan danau.

 

Kerogen Tipe II (oil and gas prone)

Kerogen Tipe II memiliki perbandingan atom H/C relatif tinggi (1,2 – 1,5), sedangkan perbandingan atom O/C relatif rendah (0,1 – 0,2). kerogen tipe ini dapat menghasilkan minyak dan gas, tergantung pada tingkat kematangan termalnya. Kerogen tipe II dapat terbentuk dari beberapa sumber yang berbeda – beda yaitu alga laut, polen dan spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin, dan selain itu juga bisa berasal dari lemak tanaman. Hal ini terjadi akibat adanya percampuran antara material organik autochton berupa phytoplankton (dan kemungkinan juga zooplankton dan bakteri) bersama-sama dengan material allochton yang didominasi oleh material dari tumbuh-tumbuhan seperti polen dan spora. Percampuran ini menunjukkan adanya gabungan karakteristik antara kerogen tipe I dan tipe III.

Kandungan hidrogen yang dimiliki kerogen tipe II ini sangat tinggi, sedangkan kandungan oksigennya jauh lebih rendah karena kerogen tipe ini terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen. Kerogen tipe II tersusun oleh senyawa alifatik rantai sedang (lebih dari C25) dalam jumlah yang cukup besar dan sebagian besar naftena (rantai siklik). Pada kerogen tipe ini juga sering ditemukan unsur belerang dalam jumlah yang besar dalam rantai siklik dan kemungkinan juga dalam ikatan sulfida. Kerogen tipe II yang banyak mengandung belerang secara lebih lanjut dapat dikelompokkan lagi menjadi kerogen tipe II–S dengan persen berat belerang (S) organik 8 – 14% dan rasio S/C > 0,04 (Orr, 1986 dalam Killops dan Killops, 2005).

 

Kerogen Tipe III (gas prone)

Kerogen Tipe III memiliki perbandingan atom H/C yang relatif rendah (< 1,0) dan perbandingan O/C yang tinggi (> 0,3). Kandungan hidrogen yang dimiliki relatif rendah, karena terdiri dari sistem aromatik yang intensif, sedangkan kandungan oksigennya tinggi karena terbentuk dari lignin, selulosa, fenol dan karbohidrat. Kerogen Tipe III terutama berasal dari tumbuhan darat yang hanya sedikit mengandung lemak dan zat lilin. Kerogen tipe ini menunjukkan kecenderungan besar untuk membentuk gas (gas prone).

 

Kerogen Tipe IV (inert)

Kerogen tipe IV terutama tersusun atas material rombakan berwarna hitam dan opak. Sebagian besar kerogen tipe IV tersusun atas kelompok maseral inertinit dengan sedikit vitrinit. Kerogen tipe ini tidak memiliki kecenderungan menghasilkan hidrokarbon sehingga terkadang kerogen tipe ini dianggap bukan kerogen yang sebenarnya. Kerogen ini kemungkinan terbentuk dari material tumbuhan yang telah teroksidasi seluruhnya di permukaan dan kemudian terbawa ke lingkungan pengendapannya. Kerogen tipe IV hanya tersusun oleh senyawa aromatik.

 

Contoh Kasus

Penentuan tipe kerogen umumnya menggunakan hasil analisa pirolisis, analisa elemen atau dengan menggunakan teknik petrografi organik. Petrografi organik menggunakan sayatan poles yang diamati dibawah mikroskop binokuler khusus yang memiliki sumber sinar fluoresensi.

Berikut adalah contoh evaluasi tipe kerogen yang Penulis kerjakan pada sumur - sumur di suatu subcekungan Sumatra Tengah.    Plot HI – OI dalam diagram "pseudo" van Kravelen menunjukkan bahwa sebagian besar data jatuh pada konjugasi antara jalur evolusi kerogen Tipe I dan II (pada area tipe kerogen II/III), sebagian kecil jatuh pada jalur evolusi kerogen tipe III dan 1 data jatuh di dasar grafik yang menunjukkaninert carbon (kerogen tipe IV). Plot HI – Tmax juga menunjukkan bahwa secara umum batuan induk memiliki kerogen tipe II sampai III dengan dominasi kerogen tipe II/III (oil and gas prone), dengan demikian disimpulkan bahwa batuan induk memiliki kualitas material organik yang mampu menghasilkan minyak maupun gas. Plot diagram kravelen berdasarkan sampel analisis elemen menunjukkan batuan induk hal yang senada dengan plot diagram pseudo-kravelen yang berdasarkan hasil analisa pirolisis. 


Penentuan tipe kerogen Formasi Brown Shale berdasarkan REP (a) plot diagram "Pseudo" van Kravelen dan (b) Diagram HI – Tmax



Plot diagram van Kravelen sampel berdasarkan analisis elemen

Kamis, 11 Desember 2008

Variogram

Geostatistik / Geostatistics

adalah studi variasi suatu parameter dalam domain ruang dan atau waktu dalam hubungannya dengan bumi.

Geostatistik berhubungan dengan data - data yang saling berkorelasi secara spasial. 

Komponen dasar Geostatistik 
(Semi)variogram analysis – karakterisasi dari korelasi spatial dalam artian data menjadi kurang atau tidak berkorelasi seiring dengan bertambahnya jarak (lag) dari posisi data diambil.

Kriging – optimal interpolation; menghasilkan linear unbiased estimate disetiap lokasi.

Stochastic simulation – proses untuk menghasilkan multiple equiprobable images dari variabel dengan menggunakan semivariogram model.

Karakteristik (semi)variogram

Sill: harga / nilai semivarian pada bagian variogram teratas (level off), dapat diartikan juga sebagai “amplitudo” suatu komponen tertentu dari variogram.

Range: jarak lag ketika semivariogram (or semivariogram component) mencapai sill. diartikan autocorrelation sama dengan nol pada jarak tersebut.

Nugget: secara teori nilai awal semivariogram adalah nol. ketika lag mendekati nol nilai semivariogram disebut sebagai nugget. Nugget mewakili variasi pada jarak (lag) yang sangat kecil, atau lebih kecil dari sample rate / spacing, termasuk eror dalam pengukuran

Trend
Secara empiris semivariogram menunjukkan nilai varian yang terus naik secara stabil, seringkali didapati trend spasial dalam suatu variable, yang mengakibatkan adanya korelasi negatif antara harga variable yang dipisahkan oleh lags yang besar. Ada tiga pilihan yang berhubungan dengan lag: 
1) mencocokkan dengan suatu “trend surface” dan menggunakan residuals dari trend 
2) mencoba menemukan arah yang bebas trend dan menggunakan variogram pada arah tersebut
 3) meng- ignore and menggunakan linear atau power (eksponen) variogram untuk menentukan nilai variabel.

Anisotropi Geometri

Range korelasi dari data geologi seringkali berhubungan dengan arah dan geometri, geometri anisotrop ini dapat dipengaruhi oleh sistem pengendapan ataupun struktur geologi yang mengakibatkan variasi pada arah tertentu dari suatu variabel (fasies, kandungan shale, porositas permeabilitas, dll). sebagai contoh, beach sand yang prograde ke arah laut, memiliki struktur laminasi yang menerus pada arah tegak lurus garis pantai namun sangat tidak menerus pada arah sejajar pantai. Ketika memodelkan model geologi anisotropi digambarkan sebagai ellipsoid yang memiliki azimuth, dip, dan ukuran tertentu pada arah mayor, minor dan arah tegak lurus dip. 

Beberapa Variogram

beberapa jenis variogram yang umum adalah jenis gaussian, spherical dan exponensial. varian bertambah paling cepat pada variogram exponential dan paling lambat pada gaussian. jika digunakan dalam modelling gaussian dan spherical akan menghasilkan variasi properti yang cenderung smooth dan eksponensial akan menghasilkan variasi yang erratic dan diskontinyu. penggunaan variogram ditentukan berdasarkan jenis dan ketersediaan data secara spasial.

Konsep Dasar Interpretasi Seismik Refleksi

SEISMIK REFLEKSI

Gelombang seismik merambat melalui batuan berbentuk gelombang elastis yang merubah energi sumber menjadi pergerakan partikel batuan.

Acoustic Impedance (AI)

AI = ρ.V
Refleksi terjadi pada saat terjadi perbedaan AI (pada bidang perlapisan atau unconformity)

Koefisien refleksi atau reflectivity

dirumuskan sebagai RC=AI2-AI1/AI1+AI2

Besarnya energi gelombang yang dipantulkan ditentukan oleh besarnya koefisien refleksi (RC) Semakin tinggi koefisien refleksi (RC) maka akan semakin kuat refleksi.

Resolusi

• Jarak minimum 2 obyek yang dapat dipisahkan / dibedakan oleh gelombang seismik
• Resolusi vertikal : ketebalan minimum tubuh batuan untuk dapat memberikan refleksi tersendiri bervariasi dari 1/8 – 1/30 panjang gelombang, dengan demikian frekuensi dan kecepatan geolombang seismik sangat mempengeruhi resolusi vertikal

Fase dan Polaritas
• Phase :
• Minimum Phase : batas AI berimpit dengan awal wavelet
• Zero Phase : batas AI berimpit dengan puncak wavelet
• Konvensi Polaritas SEG (Society of Exploration Geophysics):
• Pada bidang batas refleksi dimana AI2>AI1 akan berupa trough
• Pada bidang batas refleksi dimana AI2

Well Seismik Tie

Dimaksudkan untuk mengikat horison seismik dengan data sumur sehingga horizon seismik dapat diletakkan pada kedalaman sebenarnya, agar data seismik dapat dikorelasikan dengan data geologi lainnya. Well – seismik tie dapat dilakukan dengan menggunakan checkshot, vertical seismic profile dan synthetic seismogram.


Indikasi langsung hidrokarbon (direct HC Indicator) pada data seismik
• Bright Spots : anomali amplitudo tinggi, AI reservoar memiliki kontras yang tinggi dengan AI litologi non reservoar disekitarnya, biasa terjadi pada reservoar gas yang ketebalannya dan saturasi gasnya cukup tinggi.
• Polarity Reversals : perubahan polaritas
• Flat Spots : kenampakan lebih rata biasanya mengindikasikan kontak fluida (water-oil/gas contact)
• Chimney Effect : anomali karena kantung gas

Interpretasi Struktur Geologi
Sesar
• Adanya ketidakmenerusan pada pola refleksi (offset pada horison)
• Penyebaran kemiringan yang tidak sesuai dengan atau tidak berhubungan dengan stratigrafi
• Adanya pola difraksi pada zona patahan
• Adanya perbedaan karakter refleksi pada kedua zona dekat sesar.
Lipatan
Adanya pelengkungan horison seismik yang membentuk suatu antiklin maupun sinklin
Diapir (kubah garam)
• Adanya dragging effect yang kuat pada refleksi horison di kanan atau di kiri tubuh diapir sehingga membentuk flank di kedua sisi.
• Adanya penipisan lapisan batuan diatas tubuh diapir
• Dapat terjadi pergeseran sumbu lipatan akibat dragging effect
Intrusi
dragging effect tidak jelas / sangat kecil.
• batuan sedimen yang tererobos intrusi mengalami melting sehingga struktur perlapisannya menjadi tidak jelas / cenderung chaotic di kanan-kiri intrusi

C. Interpretasi Stratigrafi
Langkah interpretasi stratigrafi seismik- Analisis sekuen seismik
Sekuen seismik dibatasi oleh terminasi horizon seismik (toplap, downlap, dll) yang membatasi sekuen pada bagian atas dan bawahnya.
- Analisis fasies seismik
Deskripsi dan interpretasi geologi berdasarkan parameter – parameter konfigurasi pantulan, kontinuitas pantulan, amplitudo, frekuensi, kecepatan interval dan geometri. Analisa yang dapat secara langsung dilakukan pada sayatan seismik adalah konfigurasi pantulan. Satu sekuen seismik dapat terdiri dari beberapa fasies seismik
- Analisis muka air laut
Penafsiran perubahan muka air laut relatif berdasarkan analisa sekuen dan fasies seismik

Analisis sekuen seismik
• Stratigrafi sekuen : pembagian sedimen berdasarkan kesamaan genetik yang dibatasi dari satuan genetik lain oleh suatu ketidakselarasan atau bidang non deposisi dan keselarasan padanannya
• Penampang seismik dibagi menjadi unit-unit sekuen pengendapan
• Unit-unit sekuen pengendapan dapat diketahui dengan melihat batas sikuen datau pola pengakhiran seismik.
Erotional truncation : pengakhiran suatu seismik oleh lapisan erosi, merupakan batas sekuen yang paling reliable
Toplap : pengakhiran updip lapisan pada permukaan yang menutupinya (karena non deposisi atau erosi minor)
Downlap : lapisan miring yang berakhir secara downdip pada permukaan horisontal/miring (dominan karena non deposisi)
Onlap : lapisan yang relatif horisontal berakhir pada permukaan miring atau pengakhiran updip lapisan miring pada permukaan yang lebih miring (dominan karena non deposisi)
downlap dan onlap yang kurang dapat dibedakan satusama lain sering dinamakan sebagai baselap


Seismic Stratigraphic Surfaces

• Maximum Flooding Surface (MFS) : permukaan yang mencerminkan keadaan maximum transgression (kolom air tinggi maksimum). secara stratigrafi merupakan pengendapan dengan laju yang rendah berupa sedimen pelagic – hemipelagic yang membentuk condensed section. Dari seismik dapat terlihat sebagai permukaan downlap, namun tidak semua permukaan downlap merupakan MFS.
• Sequence Boundary (SB) : Batas sekuen berupa ketidakselarasan atau keselarasan padanannya. Dari seismik ditandai oleh : erosional truncation dan permukaan onlap.
• Transgresive Surface (TS): merupakan awal dari transgresive system track yang memiliki bentuk stacking patern retrogradasi. TS sukar dikaitkan dengan terminasi horizon.
System Tracts
• Lowstand System Tract (LST) : dibatasi SB dibagian bawah dan TS dibagian atas. Merupakan keadaan rising sea level dan high sedimentation sehingga memiliki stacking patern agradasi atau slightly prograde.
• Transgresive System Tract (TST) : berada diatas LST dan dibawah HST, dibatas TS dibagian bawah dan MFS dibagian atas. Menunjukkan keadaan rapid sea level rise dan low sedimentation sehingga menunjukkan stacking patern retrogradasi.
• Highstand System Tract (HST) : berada diatas TST, dibawah LST, dibatasi SB dibagian atas dan MFS dibagian bawah. Menunjukkan keadaan sealevel stand still dan low sedimentation, memiliki stacking patern progradasi
Tidak semua system tract dapat dijumpai, misalkan LST tidak dijumpai dan diatas TST langsung didapati HST.


Analisis fasies seismik
Analisis fasies seismik : deskripsi dan interpretasi geologi dari parameter-parameter pantulan seismik yang meliputi konfigurasi pantulan, kontinuitas pantulan, amplitudo, frekuensi, kecepatan internal, dan geometri eksternal. Setiap parameter pantulan seismik dapat memberikan informasi mengenai kondisi geologi terkait
Parameter seismik yang dapat dianalisis secara visual/langsung di sayatan seismik terutama adalah konfigurasi pantulan seismik

Konfigurasi pantulan seismik dalam analisis stratigrafi seismik
a. PARAREL & SUBPARAREL
- Relatif sejajar
- Kecepatan pengendapan yang seragam pada paparan yang menurun secara seragam atau dalam cekungan sedimen yang stabil
- Variasi : even dan wavy
b. DIVERGEN
- Berbentuk membaji dimana penebalan lateral dari seluruh unit disebabkan oleh penebalan dari pantulan itu sendiri
- Variasi lateral kecepatan pengendapan atau pengangkatan/pemiringan secara progresif bidang pengendapan
c. PROGRADASI
- Akibat adanya pengembanagan sedimentasi secara lateral yang membentuk permukaan pengendapan dengan lereng landai (clinoform)
- Pola konfigurasi progradasi dapat berupa sigmoid, oblique, complex sigmoid-oblique, shingled, dan hummockly. Perbedaan konfigurasi progradasi menunjukkan adanya variasi pasokan sedimen, kecepatan penurunan cekungan dan perubahan muka air laut.
- Pola Sigmoid
o Bagian atas dan bawah relative tipis dan hamper horizontal, bagian tengan relatif lebih tebal dengan kemiringan yang lebih besar.
o Pasokan sediment yang rendah, penurunan cekungan cekungan yang cepat atau kenaikan muka laut yang cepat
o Pada pengendapan laut dalam dengan energi rendah
- Pola Oblique
o Pengendapan yang terjadi di dekat dasar gelombang dengan lingkungan yang mempunyai energi tinggi
o Pola oblique tangential merupakan pola progradasi yang ditandai dengan adanya kemiringan pada bagian bawah strata yang berkurang dan berbentuk cekung
o Pola oblique pararel merupakan pola progradasi dengan pengendapan strata relatif sejajar
o Pola complex sigmoid-oblique merupakan pola kombinasi antara pola sigmoid dan pola oblique dalam satu fasies seismik
- Pola shingled
Merupakan pola progradasi yang tipis dan umumnya sejajar dengan batas atas da bawah atau miring landai. Pola ini menunjukkan pengendapan pada air dangkal
- Pola hummockly
Merupakan pola konfigurasi yang tidak menerus. Pola ini menunjukkan progradasi yang clinoform ke dalam air dangkal dalam prodelta
d. CHAOTIC
- Pola yang tidak menerus, saling memotong dan menunjukkan susunan yang tidak teratur
- Akibat energi pengendapan yang tinggi atau akibat deformasi yang kuat. Pola ini dapat menunjukkan slump structure
e. REFLECTION FREE
- Menunjukkan tidak adanya pantulan pada rekaman seismic
- Terjadi pada batuan yang homogen dan tidak berlapis, seperti pada batuan beku, tubuh garam, batupasir atau serpih yang tebal

Studi Kasus
      Dibawah ini adalah contoh interpretasi sederhana yang Penulis lakukan pada salah satuline seismik di subprovince hidrokarbon  Sumatra Tengah. Interpretasi menunjukkan adanya struktur geologi sesar dan lipatan. Interpretasi seismik berguna dalam mengidentifikasi closure (tutupan) hidrokarbon dan mengetahui sejarah dan potensi geologi dalam menentukan sistem hidrokarbon yang terjadi pada daerah penelitian. interpretasi ini dapat menjadi model awal bagi geophysicist untuk initial model inversi parameter geofisika dan digunakan untuk membangun model geologi untuk simulasi bagi reservoar engineer.



Petrofisika, Analisa Well Log

Secara singkat Log adalah rekaman suatu parameter versus jarak ataupun waktu, misal catatan perjalanan seseorang dari suatu tempat ke tempat lain, Ia merekam tempat - tempat yang disinggahi. Dalam sumur minyak log diartikan sebagai rekaman dari properti fisika atau kimia dari batuan dan fluida versus kedalaman yang ditembus pemboran. 

Dalam analisa open hole log / wireline log, langkah - langkah sederhana yang biasa dilakukan adalah :

1. Evaluasi log yang tersedia

2. Quality control terhadap badhole, koreksi terhadap kondisi lubang  bor dan koreksi tool

3. hitung volume shale (VSH) 

4. hitung porositas total (PHIT) dan efektif (PHIE)

5. cari zona hidrokarbon

6. hitung saturasi fluida termasuk saturasi air dan saturasi hidrokarbon di zona terinvasi dan zona tidak terinvasi

7. perkirakan litologi dan fraksi mineral dalam formasi

8. hitung cut-off dan summary dari net-pay 


Studi Kasus

Berikut adalah contoh analisa log pada sumur eksplorasi yang Saya kerjakan dengan menggunakan software bantu geolog 6.  (klik untuk memperbesar). Interpretasi menunjukkan adanya hidrokarbon pada litologi batugamping di interval sekitar 1785 - 1790 m  MD. 

Berdasarkan interpretasi juga dapat disimpulkan bahwa perforasi sedikit melenceng dari target, bagian atas dari DST-1 (drill stem test) mengenai zona tight (low porosity) sedangkan di DST-2 sudah mencapai zona dengan saturasi air tinggi (sedikit hidrokarbon). 

Untuk informasi - informasi lebih lanjut mengenai petrofisika / log analisis dapat dilihat dalam artikel - artikel lain dalam blog ini.

Blog Petrolem Geoscience


Rabu, 12 Desember 2007

Volume Shale (VSH)

Rock model sederhana dalam perhitungan petrofisika menggunakan konsep bahwa batuan terdiri dari :

- matrix rock (Vrock)

- pore space (porosity) diantar matrix rock (PHIE)

- shale content dari batuan (VSH)

dengan demikian Vrock + PHIe + Vsh = 1.00

kenampakan lempung yang ada diantara butir2 pasir pada sayatan tipis, terlihat juga adanya fracture (baca keterangan samping gambar)  (Schole, 1979)

Shale (serpih) atau Clay (lempung) dimaksudkan untuk memberi nama kumpulan endapan sedimenter yang terdiri dari mineral-mineral tipis lempengan alumunium-silikat yang terhidrasi.

Keberadaan shale dalam formasi mempengaruhi pembacaan log - log porosity menjadi cenderung membaca porosity lebih tinggi dari semestinya. hal ini disebabkan adanya pori - pori non efektif yang dimiliki shale, dengan kata lain shale memiliki porositas yang tinggi namun tidak melalukan aliran fluida. Dengan demikian porositas total (PHIT) dari batuan harus dikoreksi terhadap VSH untuk mendapatkan porositas efektif (PHIE)

Beberapa definisi :

Total porosity (PHIt) adalah jumlah dari:

- clay bound water (CBW, clay bound water)

- free water, termasuk irreducible water (BVW, bulk volume water)

- dan hidrokarbon (BVH, bulk volume hidrokarbon)



Effective porosity (PHIe) adalah jumlah dari:

- free water, termasuk irreducible water (BVW)

- hidrokarbon (BVH)

Effective porosity adalah porositas dalam reservoir rock, diluar clay bound water (CBW).

sehingga :

PHIe = PHIT – CBW

atau PHIE = PHIT – VSH*BVWSH
sering di sederhanakan menjadi

PHIE = PHIT*(1-VSH)

wireline dapat digunakan dalam menghitung kandungan lempung (VSH) adalah

1. Log Gamma Ray
2. Log SP.
3. Log Rt
4. Log Neutron
5. Log Density Neutron

Log Gamma Ray (GR) adalah yang sering digunakan karena log ini mengukur tingkat radioaktifitas formasi, umumnya semakin tinggi GR semakin tinggi pula VSH karena dalam shale secara relatif lebih banyak dijumpai mineral - mineral radioaktif seperti potasium (K), Thorium (Th), Uranium (U).

secara sederhana VSH berdasarkan GR (VSHgr), dirumuskan sebagai berikut, mengasumsikan model VSH linear :

VSHgr = (GRlog – GRmatrix) / (GRshale – GRmatrix)

GRlog adalah pembacaan GR pada suatu titik

GRmatrix adalah nilai GR pada sand/reservoir baseline, seringkali merupakan GRmin

sedangkan GRshale adalah nilai GR pada shale baseline, seringkali diasumsikan sebagai GRmax.

Selain model VSH linear, ada juga model- model nonlinear (clavier larinov dan stieber) yang dikembangkan untuk environment tertentu semisal Larinov 1 untuk highly consolidated rocks dan Larinov 2 untuk batuan klastik tersier. Pemahaman lokal sangat membantu setiap langkah dalam analisa log.